Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan

19 Okt 2018

Payung yang Tak Meneduhkan

Izzah Hayati mendadak berkecamuk pikiran, bergejolak hati. Bingung dan resah sendiri. Persoalannya bermula dari payung".
Di balkon lantai dua sekolahnya, ia bisa melihat saat tamu besar itu datang. Ayahnya, kepala sekolah, sang pemimpin, menyambut langsung sang tamu. Ayah sendiri kembangkan payung dan naungi sang tamu saat keluar dari mobil.

Sopir sang tamu yang sudah siap dengan payung terkembang hendak memayungi majikannya, terpaku di tempat. Tak jadi sang sopir memayungi majikannya ketika ayah Izzah Hayati, kepala sekolah, mengambil alih tugasnya.

"Sejak kapan ayahmu jadi pelayan, Izzah?" sindir Dina dingin, teman sekelas Izzah Hayati, si anak walikota.
"Itu tanda kerendahhatian," bela Safitri, anak seorang buruh tani dan pedagang sayur di pasar.

Izzah Hayati tertunduk mendengar kata Dina. Ia menunduk berharap dada yang bergejolak dan darahnya yang berdesir, teredam dengan kata Safitri.
Izzah Hayati merasakan ada benarnya kata Dina. Ayah tak pantas melayani sang tamu itu. Ada banyak guru, penjaga sekolah, satpam, siswa, atau sopir sendiri siap bertugas memayungi sang tamu. Berlebihan ayah bertingkah begitu pada sang tamu. Sang tamu memang konglomerat; pemilik beberapa swalayan dan beberapa sekolah swasta, tetapi tidak harus ayah pula memayungi si tamu.

Kelak, Izzah Hayati makin menjadi-jadi gelisahnya, ketika ayahnya sambil bercanda berkeluh kesah di rumah. Dengan bercanda ayah ungkap uneg-uneg, rada kecewa ketika sang tamu hanya menyumbang dana sedikit ke sekolah.

"Sudah Ayah bela-belain mayungi beliau, berakrab-akrab, ngambi hatinya, eh gak ngefek rupanya. Kalau tau gini, mending suruh satpam yang payungi."

_______
Penggalan cerpen dari ebook "Seorang Dari Masa Lalu Yang Jauh, Melipat Waktu, Dan Menjenguk Masa Kini".


17 Sep 2018

Puisi; Cerita Di Ujung Malam

Malam hari gerimis tiba
Dengan membawa sejuta luka
Masih menangis hingga air mata terganti
Jiwa lemah tak bersuara, hanya merintih

Kesedihan ini abadi
Sampai syarat harmoni pun mati
Lukaku ini yang menemani ragaku
Langkahku pun menyusul berjalan mundur

Hujan menjadi wakilku menangis
Lama ku begelimangan airmata, ternyata waktu kian terkikis
Kau membuat hidup ku sengsara
Yang berujung menjadi binasa..

Lusyana, 26 November 2017
____
Penggalan puisi dari ebook "Ilalang di Atas Batu". Ebook bisa didapatkan di sini.


7 Sep 2018

Sajak Senyap Di Antara Aroma Kopi

Di sini
Di tempat ini, di tempat yang khas dengan aroma kopi
Tempat dimana kita berjumpa
Bercerita bersama,dengan aroma kopi yang sama
Karena setiap meja-meja yang ditinggalkan
Kedai ini menyesak
Sebagai satu satunya keterangan
Satu kisah yang kuupayakan
Beribu rencana yang kita perjuangkan
LENYAP...
Hancur berkeping
Tersipu kesunyian
Terinjak lara
Melarut dalam pahit yang diseduh air mata

Ebook bisa didapatkan di sini.



6 Okt 2017

Hitam Merah Cinta

“aku bahagia kamu selalu ada
meskipun kita terpisah
tapi percayalah
kau dan aku kembali bersua”

- Setetes Rindu dalam Rintik Hujan

Zhya..
dimana kau sekarang
sudah lama kunanti dirimu
setelah sekian lama berpisah
potretmu masih kusimpan
kupandangi selalu
dalam setiap malamku

- Zhya